Entah apakah ini merupakan sebuah hukuman Tuhan, atau merupakan
kesempatan bagi orang-orang yang membenci keluargaku untuk
mengekspresikan kebencian mereka. Sebulan setelah ku kirim surat
terakhir padamu, warga berbondong-bondong mendatangi rumahku. Mengusirku
dari tanah kelahiranku sendiri, mereka menganggapku sebagai manusia
penyebab sial. Mereka menganggapku sebagai wabah pembawa musibah. Jiwaku
runtuh, tanpa tahu apa yang harus dilakukan. Ayahku mendadak serangan
jantung, dan meninggal seketika. Ibuku syok berat hingga beliau tak lagi
mengenal orang lain termasuk aku putrinya.
Hidupku benar-benar
berantakan. Aku kehilangan semuanya. Kini aku berada di sebuah tempat,
yang tidak pernah kukenali sebelumnya. Aku hadir benar-benar sebagai
orang asing. Namun, Allah maha tahu apa yang terbaik untuk hamba-Nya
kan? Di tengah kegelisahanku meratapi kehidupan, Allah mengirimkan
seseorang sebagai malaikat penolongku, menhilang dahagaku di tengah
kehausan yang melanda. Seorang lelaki baik hati, yang bersedia
menikahiku tanpa memperdulikan masa laluku. Tidakkah kau ingin
mengucapkan selamat atas pernikahanku sebagai sahabatku? Aku
menantikannya.
Lama sudah tak ku jumpai surat misterius ini,
dapat ku tebak pengirimnya masih sama. Seorang wanita yang mengaku
bernama Ananda. Ada apa lagi gerangan mengirimiku surat setelah sekian
lama tak ada kabar. Apa mungkin dia tengah menghadapi kegelisaha hati?
Ah, segera ku tepis pikiran yang tak mengenakkan hati. Ku baca ulang
surat itu, mencoba memahaminya bahwa dia telah menikah dengan seorang
pria baik. Dan sepertinya dia bahagia. Kalimat hamdalah terlontar dari
bibirku sebagai tanda turut bahagia atas pernikahannya. Namun, setelah
ku telaah ulang, dia menawariku untuk mengucapkan selamat atas
pernikahannya. Entah mengapa naluri wanitaku berkata, bahwa dia
membutuhkan pertolonganku.
###
Fiana sudah mulai belajar
berjalan. Sedikitpun tak ingin kulewati masa pertumbuhan putriku.
Sempurna sudah ku menjadi seorang wanita. Memiliki seorang imam yang tak
pernah lelah membimbingku, serta memiliki buah hati yang tak pernah
ingin ku lepas dari dekapanku. Aku sangat mencintai mereka, hingga
terkadang kecintaanku kepada mereka melebihi kecintaanku kepada sang
khaliq. Tak jarang rasa takut yang berlebihan menyergapku, membayangkan
sewaktu-waktu akan dipisahkan dari mereka.
“ Assalamu’alaikum “
Terdengar
salam dilantunkan mengiringi pintu rumah yang diketuk. Segera ku
gendong Fiana, mencari tahu siapa gerangan yang bertamu.
“
wa’alaikum salam. “ jawabku setelah sampai diambang pintu. Ternyata pak
Jono, tetangga rumahku. Setelah basa-basi sebentar, diberikannya sepucuk
surat beramplop putih.
“ dari siapa pak?” tanyaku setelah memeriksa amplop itu tak ada nama.
“ orangnya perempua bu, rambutnya sebahu, tapi nggak ngasih tahu namanya, katanya ibu sudah biasa nerima surat dari dia.”
Deg!
Seketika nama Ananda yang terlintas di otakku. Siapa lagi orang yang
ngirim surat ke aku selain dia? Tapi, jika memang benar-benar
membutuhkanku, mengapa tak menemuiku secara langsung? Cepat-cepat kubuka
amplop itu setelah pak Jono pamit pulang.
kalau
kamu mau bales surat aku, kamu bisa nitipin ke tetanggamu yang
mengantarkan surat ini. Karena yang aku tahu, pak Jono jarang keluar
rumah, pekerjaannya setiap hari hanya menunggui toko klontong yang
berada di depan rumahnya. Mugkin kamu jenuh dengan sikapku yang seperti
ini, namun percayalah tak ada maksud dalam hatiku untuk mengganggu
kehidupanmu. Sejujurnya, aku membutuhkan pertolonganmu. Sumpah, aku
benar-benar membutuhkan pertolonganmu. Jika suratku yang terdahulu
datang untuk meminta bantuanmu menyebarkan kisah hidupku agar menjadi
renungan untuk orang lain, tapi, kali ini suratku datang membutuhkan
pertolonganmu untuk menyelamatkan kisah hidupku yang kian kelam.
Aku
tak bahagia, suamiku memang orang baik, bahkan sangat baik. Walau aku
hidup bersamanya, namun jiwaku tak bersamanya. Hatiku memberontak atas
apa yang telah aku pilih. Aku sadar bahkan teramat sadar, bahwa
pilihanku salah. Aku bisa tersenyum, bahkan tertawa lepas, tak ada yang
tak kumiliki di dunia ini. Semua sudah lengkap, keluarga baru yang
sangat menyayangiku,kebutuhan finansial yang tak pernah cukup untuk
dihabiskan dalam waktu sejenak. Suamiku tergolong konglomerat di tempat
aku tinggal sekarang. Tapi, selalu terasa ada yang kurang. Hatiku terasa
hambar, jiwaku gersang. Aku tak bahagia. Tolong aku, aku
mengandalkanmu.
Ananda
Sukses sudah dia
membuatku bingung. Setelah dulu dia mengirimkan surat berkala dan
kemudian menghilang tanpa jejak, kini dia datang kembali dan dengan
jelas meminta bantuanku. Jujur, hatiku tergugah untuk membantunya,
meskipun aku tak mengenalnya secara langsung. Ya, aku hanya mengenalnya
melalui surat berkala yang tak pernah mendapat balasanku.
“ Surat dari siapa? “
Pertanyaan itu hanya ku jawab dengan tatapan kosong, mengiringi langkah kertas yang kini beralih ke tangan suamiku.
“ Ananda lagi? “
pertanyaan
susulan terlontar dari bibirnya, sedangkan matanya tampak terus
menyusuri barisan huruf yang terukir rapi di atas kertas. Dan aku hanya
mampu menganggukkan kepala sebagai jawaban atas pertanyaan kedua.
“
Tak perlu dihiraukan, toh kita punya kehidupan sendiri. Tak usahlah
ikut campur urusan orang lain, lagi pula kalian tidak saling mengenal
satu sama lain. “
“ aku mengenalnya, mas “
“ kapan? Dimana
kalian pernah bertemu? Hanya melalui surat? “ kini pertanyaan beruntun
diajukan suamiku, mengakibatkan dia berhenti menemani Fiana bermain.
“ entah mengapa aku yakin mas, pasti dia ada masalah. “
“ Bukankah hal wajar, bagi pasangan suami istri menghadapi problem rumah tangga. Kita juga tak luput dari masalahkan? “
“ Sepertinya masalah ini tak sekedar masalah biasa mas. “
“ Darimana kamu tahu? “
“ Naluri wanitaku yang berkata, dan hanya wanita yang bisa mengerti wanita. “
“ Sudahlah, kau terlalu mendramatisir.” Sanggah suamiku yang kutahu dia menahan tawa.
“ Aku benar-benar ingin membantunya, mas. “ rengekku
“ terserahlah. “ di gendongnya Fiana menuju pekarangan rumah menjauhiku
Aku sangat memahami suamiku, jika terlontar ungkapan “ terserah “ dari bibirnya menandakan bahwa dia tak setuju dengan keputusan yang ku ambil.
###
Akhir Februari, 2012
Semenjak
terakhir kali suratnya terkirim, tak pernah lagi ku jumpai surat
susulan darinya. Sepintas akalku mencoba untuk sepaham dengan suamiku,
namun hati kecilku berkata sebaliknya. Aku benar-benar ingin
membantunya. Ku ambil selembar kertas dan menorehkan sedikit coretan
diatasnya.
“ Jika kau benar ingin mendapat bantuanku, maka
temuilah aku besok di tengah kerumunan orang berpakaian serba putih
menghadiri sebuah majelis dzikir. “
Ku lipat kertas itu,
namun berujung tak jelas di antara para jemariku. Ah, sungguh bodohnya
diriku, bagaimana caranya surat ini sampai padanya? Sedangkan setiap
kali dia mengirimkan surat tak pernah tertera alamat pengirim. Surat ini
harus sampai, begitu kuat tekad dalam hatiku. Aku berfikir keras, dan
hasilnya nihil.
Kucoba membaca ulang surat yang terakhir, tanpa
sadar bibirku menyunggingkan senyuman. Lekas ku kenakan jilbab dan
meraih secarik kertas yang ku sebut itu sebagai balasan. Ku tinggalkan
Fiana di tempat tidurnya, segera menuju toko klontong pak Jono yang tek
jauh dari rumah. Dengan sedikit penjelasan ku titipkan surat itu pada
lelaki tua yang hidup sebatang kara ini. Aku senang karena telah
menemukan jalan untuk komunikasi lagi dengan Ananda, tapi disisi lain
aku sedih karena harus menyembunyikannya dari suamiku. Maafkan aku
suamiku. L
“ kok cepat pak?” tanyaku heran
“ iya buk, kebetulan tadi dia kesini. “
“ makasih pak. “ ujarku seraya pamit pulang
Baru
sekitar dua jam yang lalu kukirimkan surat, herannya kini surat
balasannya sudah ada dalam genggamanku. Kakiku dengan cepat menuju
dapur, setelah sejenak menyapa suamiku yang baru saja memandikan Fiana.
“ Darimana? “ tanyanya melihatku tergesa.
“ Barusan beli garam di sebelah. “
Kali
ini aku tidak berbohong, aku benar-benar beli garam. Meskipun tanpa
disangka, aku mendapatkan bonus balasan surat dari Ananda. Ku pastikan
sekitar, bahwa suamiku tak akan menemuiku dalam beberapa menit ke depan.
Terima kasih, karena telah bersedia membalas suratku. J
aku tak pernah menyangka kau masih bersedia membantuku. Kau benar-benar
orang baik. Tapi aku minta maaf, karena tak bisa menemuimu besok di
tempat yang sudah kau tentukan. Hal itu hanya akan membuat diriku tambah
terpuruk, memperjelas penyesalan dalam diri. Bahwa aku orang yang
bersalah, orang yang tak mampu menjaga keimanannya. Bahkan justru
menukarnya dengan hal keduniawian.
Aku sudah tak lagi
seagama denganmu, tapi aku berani bersumpah aku khilaf, tak ada niatan
dalam hatiku untuk menjual agamaku. Saat itu aku kalut, tak tahu harus
berbuat apa. Aku ingin kau membantuku untuk keluar dari masalah ini. Aku
butuh bantuanmu, sangat membutuhkannya.
Deg! Darahku serasa
berhenti mengalir, tak tahu apa yang harus dilakukan. Mataku panas,
airmata keluar tanpa dipandu. Segera ku hapus mutiara bening yang
semakin deras mengalir di pipi, tapi entah mengapa semakin ku hapus
semakin dia berlomba untuk membanjiri wajahku. Aku tak bisa
menghentikannya.
###
April 2012
Penat menyelimuti
tubuhku setelah dua hari berturut-turut diminta menjadi pembicara di
Universitas tempatku berbagi ilmu. Dosen adalah profesiku, selain
menjadi seorang istri dan ibu. Dua kali dalam satu minggu saja, waktuku
mengisi mata kuliah di kampus, selebihnya aku menghabiskan waktu bersama
keluarga. Aku ingin menemani pertumbuhan putriku di tahun pertamanya.
Tingkah
laku Fiana yang menggemaskan lambat laun membunuh rasa penat yang
sedari tadi menyeretku untuk berbaring sekedar meluruskan syaraf-syaraf
yang terasa sangat kaku.
“ Fiana, ikut ayah kesini. “ suara suamiku dari balik pintu
“ biarlah mas, aku kangen banget sama Fiana.” Pintaku untuk membiarkannya Fiana bersamaku
“ Nih, surat lagi masih dari orang yang sama.” Ucapnya seraya menyerahkan sepucuk surat yang ada di tangan
“ A..Ananda lagi? “ tanyaku kaget
Tanpa
menjawab pertanyaanku, dia melangkah keluar kamar. Jelas sudah suamiku
marah. Sekarang terbongkarlah rahasiaku, kebohonganku. Ya Rabb, apa yang
harus aku lakukan? Dengan keadaan yang terus berkecamuk, ku baca surat
itu.
Maafkan aku yang telah mengganggu aktivitasmu, mengapa
tak lagi ada balasan? Kecewakah? Aku telah mempermainkan agamaku,
bukankah sudah sepantasnya aku dibunuh? Jika masih ada jalan untukku
memperbaiki diri dengan cara membiarkanku hidup, tolong beritahu aku
jalannya, namun jika tidak, tolong bantu aku mencari jalan bertaubat,
sekalipun itu dengan mengorbankan nyawaku. Kau masih merasa
dibohongikah? Atas hadirnya surat-surat tanpa kau ketahui pengirimnya?
Aku terlalu malu untuk bertatap muka langsung denganmu. Terkesan tidak
sopan memang, namun hanya ini yang dapat aku lakukan, tolong aku.
Adzan
dzuhur berkumandang setelah beberapa detik kemudian surat itu selesai
terbaca. Segera kumenuju kamar mandi guna mensucikan diri dengan
berwudhu’ dan suamiku pasti sudah menunggu untuk melaksanakan shalat
jama’ah yang merupakan salah satu komitmen utama dalam keluarga kami.
Tak
ada basa basi, seusai shalat suamiku tak berpaling menghadapku, berbeda
dari biasanya. Aku sadar bahwa dia masih marah dengan tindakan yang
kuambil. Keheningan terjadi diantara kita, namun aku tidak pernah betah
untuk membiarkan komunikasi diantara kita berlama-lama membatu.
“ aku minta maaf, mas “ kataku mencoba membuka percakapan.
“ terserah “ sahutnya hambar.
“
dia nyata, mas. Dan dia hanya seorang wanita lemah yang membutuhkan
bantuan kita. Dia ingin meraih kembali ke agamanya, dia ingin masuk
islam lagi mas.”
“ jika dia ingin kembali memeluk agama islam, membaca syahadat sudah cukupkan? “
“ mas, masalahnya tak semudah itu dia harus berurusan dengan suaminya. “
“ seharusnya ….”
“ al muslim akhul muslim “ potongku
“
dulu dia orang islam, tapi sekarang? Lebih tepatnya dia mantan orang
islam yang telah rela menjual agamanya. “ suara suamiku sudah mulai
menunggi
“ sekarang dia ingin taubat mas, dia benar-benar ingin kembali memeluk agama Islam. “ belaku
“ darimana kamu tahu? Dari surat-suratnya? Apa ada jaminan akan hal itu? Lantas apa yang akan kamu lakukan? “
“
aku tak bisa apa-apa mas, tanpa bantuanmu. Aku membutuhkanmu, aku butuh
dukunganmu, tapi jika kau masih tak berkenan aku membantunya. Mulai
detik ini aku akan menghentikan semuanya. Sekalipun dia kembali
mengirimiku surat, maka surat itu tak akan pernah aku baca, langsung aku
buang. Aku tak mungkin melakukannya tanpa ridha suamiku. “ jelasku
panjang lebar dan suamiku hanya terdiam.
“ saling tolong menolong
dalam kebaikan, bukankah itu yang telah diajarkan agama kita? Dan hanya
wanita yang mengerti wanita mas. “ airmataku mulai menetes
“ yang
ku khawatirkan adalah keikut sertaanmu dalam masalah orang yang tidak
diketahui keberadaannya. Aku takut masalah ini mempengaruhi cara
didikanmu terhadap anak kita. “
“ tidak akan mas, aku janji. Ketentraman keluarga lebih utama daripada masalah lain “ ujarku meyakinkan
“
inilah resikoku memiliki istri seorang aktivis, jika ini merupakan hal
baik menurutmu, maka lakukanlah. Aku mendukungmu. “ senyum mengembang di
bibirnya.
###
Komunikasiku dengan Ananda kian lancar,
meskipun masih dengan cara yang sama. Melalui surat menyurat. Dan hari
ini, baru saja pak Jono yang menjadi perantara komunikasi diantara kita
menyerahkan surat balasan dari Ananda setelah kemarin ku kirimkan surat
menanyakan tekadnya untuk benar-benar kembali ke jalan yang benar.
Beberapa
bulan pertama pernikahanku, aku mencoba meyakini diri bahwa agama
baruku ini jauh lebih baik dari agama orangtuaku. Mereka ramah
menyambutku, secara finansial semua yang kubutuhkan terpenuhi. Namun,
jauh dilubuk hatiku memberontak setiap kali mereka mengajakku memasuki
tempat mereka beribadah. Setiap kali mereka mengakui bahwa tuhan mereka
tak hanya satu, namun hatiku berkata tuhanku satu, sebagaimana ayat yang
tertera dalam surat al ikhlas. Di tambah lagi ayat ke 72 dalam surat al
Maidah dan ayat ke 30 dalam surat al Taubah tak pernah berhenti
berkeliaran di otakku.
Sesungguhnya telah kafirlah
orang-orang yang berkata: "Sesungguhnya Allah ialah Al masih putera
Maryam", Padahal Al masih (sendiri) berkata: "Hai Bani Israil, sembahlah
Allah Tuhanku dan Tuhanmu". Sesungguhnya orang yang mempersekutukan
(sesuatu dengan) Allah, Maka pasti Allah mengharamkan kepadanya surga,
dan tempatnya ialah neraka, tidaklah ada bagi orang-orang zalim itu
seorang penolongpun. ( Q.S. Al Maidah : 72 )
Orang-orang
Yahudi berkata: "Uzair itu putera Allah" dan orang-orang Nasrani
berkata: "Al masih itu putera Allah". Demikianlah itu Ucapan mereka
dengan mulut mereka, mereka meniru Perkataan orang-orang kafir yang
terdahulu. Dilaknati Allah mereka , bagaimana mereka sampai berpaling? (
Q.S. Al Taubah : 30 )
Hatiku benar-benar tidak bisa
menerima apa yang sekarang telah ku pilih. Meskipun sudah kuputuskan
untuk memilih yang baru dan kudapatkan semua yang kuinginkan, namun
hatiku masih bersama yang dulu. Disaat itu baru aku sadari bahwa
keyakinanku masih bersama Islam, bukan yang lain. Islam masih dan tetap
merupakan agama yang benar bagiku bukan yang lain.
Mataku
berkaca-kaca usai membaca surat kesekian dari Ananda. Keinginanya sangat
kuat untuk kembali ke jalan yang benar. Namun, yang masih menjadi
pertanyaan dalam benakku adalah dia meminta bantuanku berupa apa? Dia
ingin aku gimana? Ah, entahlah.
###
Matanya terus menatap
lantai. Kulitnya kuning langsat. Jika boleh ditebak umurnya tak jauh
beda dariku. Cantik. Tegas. Itulah kesan pertamaku disaat pertemuan kami
untuk pertama kalinya tanpa melalui surat. Di dalam rumahku.
“ kenapa nggak seperti ini dari awal, pak? “ Tanya suamiku kepada lelaki yang mengantarnya
“
Ananda yang melarang saya, pak. Maaf tak bermaksud menutupi sesuatu
dari bapak dan ibu. “ jawab lelaki ini dengan wajah tertunduk
“
tidak apa-apa pak, seandainya bilang lebih awal pasti tak perlu
berlarut-larut seperti ini. “ ucap suamiku dengan senyum mengembang
Aku
lebih memilih bungkam saat mendengarkan penjelasan dari Ananda. Dengan
tangis tertahan dia menguraikan kisahnya yang menyulut perasaan siapa
saja yang mendengarkan.
Setelah dia menyadari bahwa jalan yang di
tempuh salah, dia meminta cerai kepada suaminya dengan cara baik-baik.
Namun tanpa di duga, suaminya yang semula selalu bersikap baik,
menyentuhnya dengan penuh kelembutan berubah seketika. Dengan membabi
buta Ananda mendapat pukulan di sekujur tubuhnya. Dan itu tidak hanya
terjadi sekali. Setiap kali diulanginya meminta cerai, disaat itu pula
tubuhnya akan lebam akibat pukulan. Berbagai ancaman terlontar hingga
akhirnya dia tak sanggup dan memilih untuk kabur dari rumah.
###
Awal Juni 2012
Allahu Akbar…
Allahu Akbar..
Gema
takbir berkumandang di seantero ruang persidangan setelah hakim
memberikan keputusan terbaik bagi Ananda. Disinilah semua terjawab,
bahwa Allah tahu apa yag terbaik untuk hamba Nya. Menangis dan hanya
bisa menangis yang dilakukan Ananda menyeret perasaan haru bagi setiap
pasang mata yang memandang. Keluasan hati Ananda yang tak menuntut
tindakan hukum terhadap mantan suaminyayang terlah melakukan KDRT selama
bertahun-tahun lamanya.
“ saya hanya ingin minta cerai dan membiarkan saya untuk kembali ke agama saya. “ akunya sambil menyeka airmata
Dua kalimat syahadat terlontar dari bibir Ananda mendorong keyakinan yang mendalam dari hatinya. Ananda kembali ke jalan Nya.
###
“ ini acara apa? Kenapa pakai serba putih? “ Tanya Ananda dengan raut wajah kebingungan
“ disini kamu bakalan dapat ketenangan hati. “ jawabku meyakinkan
Berbagai
ragam manusia dengan status sosial berbeda datang berbondong-bondong
dengan satu tujuan yakni untuk mendekatkan diri kepada pencipta Nya.
Memahami arti bahwa mereka diciptakan tak lain hanya untuk menyembah
Nya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar